Sentrakabar – Habib Rizieq Syihab merespons soal gaungan rekonsiliasi sepulangnya dia ke tanah air. Secara gamblang, Habib Rizieq mengatakan pihaknya akan rekonsiliasi kalau pemerintah menyetop kriminalisasi ulama. Namun, pemerintah mempertanyakan apa yang harus direkonsiliasi oleh Habib Rizieq.
“Ada teriak-teriak rekonsiliasi, mana mungkin rekonsiliasi bisa digelar kalau pintu dialog tidak dibuka. Buka dulu pintu dialognya, baru rekonsiliasi. Tak ada rekonsiliasi tanpa dialog, dialog penting,” kata Rizieq seperti disiarkan kanal YouTube Front TV, Rabu (11/11/2020).
Rizieq mengatakan seharusnya pemerintah senang dikritik. Kritik dari pihak luar disebut Rizieq bisa diterima atau ditolak oleh pemerintah.
“Para pengkritik itu punya solusi yang ditawarkan. Pelajari, kalau solusi baik, terima. Kalau tidak baik, saudara, sampaikan di mana tidak baiknya. Selesai, tidak perlu ada kegaduhan di tingkat nasional,” ucapnya.
Dia mengaku telah menawarkan dialog kepada pemerintah sejak 2017. Namun, tak kunjung ditanggapi.
“Setelah aksi 212, aksi 212 di tahun 2016, kemudian di Januari (2017), kita buat aksi lagi 121, 12 Januari. Kita sudah tawarkan, kalau pemerintah mau duduk dengan para habaib, para ulama, kami siap 24 jam, kapan, di mana, silakan. Tapi apa jawaban yang diterima? Jawaban yang kami terima, bukan pintu dialog dibuka, bukan rekonsiliasi yang didapatkan, tapi yang kita dapatkan, kriminalisasi ulama,” kata Rizieq.
Rizieq mengatakan dirinya bersedia dialog asalkan pemerintah menghentikan kriminalisasi ulama. Setelah itu, menurut Rizieq, dia akan memulai proses rekonsiliasi.
“Kita siap berdialog, kapan saja, tapi setop dulu kriminalisasi ulama, setop dulu kriminalisasi aktivis, tunjukkan niat baik. Kalau mau dialog rekonsiliasi, ahlan wa sahlan,” ucap Rizieq.
Rizieq kemudian menyebut beberapa ulama dan aktivis yang masih ditahan dan ditangkap karena beberapa kasus. Dia menyebut Abu Bakar Baasyir sampai dengan aktivis KAMI, Jumhur Hidayat.
“Bebaskan dulu para tokoh kita, masih banyak ulama kita yang saat ini menderita di penjara. Bebaskan Ustaz Abu Bakar Baasyir, Habib Bahar bin Smith, bebaskan dulu Doktor Syahganda Nainggolan, bebaskan Bapak Anton Permana, bebaskan Jumhur Hidayat, bebaskan dulu. Bebaskan buruh, bebaskan mahasiswa, bebaskan para pendemo, bebaskan pelajar yang saat ini memenuhi ruang-ruang tahanan,” ucapnya.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko justru mempertanyakan maksud rekonsiliasi tersebut. Dia menilai pemerintah tidak ada masalah dengan Habib Rizieq sejauh ini.
“Menurut saya, apa yang direkonsiliasi dengan Pak Habib Rizieq? Kita tidak ada masalah. Dari awal kita katakan Pak Habib Rizieq mau pulang, ya pulang-pulang saja. Pergi-pergi sendiri, pulang-pulang silakan,” kata Moeldoko kepada wartawan di gedung Bina Graha, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (12/11/2020).
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko Foto: (Andhika Prasetia/detikcom).
Moeldoko mengatakan pemerintah tidak mempermasalahkan kepulangan Habib Rizieq. Eks Panglima TNI ini juga mengatakan Habib Rizieq dikawal dengan baik kepulangannya.
“Buktinya, pulang nggak ada masalah kok. Apakah kita mencegat? Nggak. Aparat keamanan, justru kita wanti-wanti, kawal dengan baik, jangan diganggu walaupun mereka sendiri yang mengganggu, mengganggu jalan maksudnya, mengganggu publik,” kata Moeldoko.
Habib Rizieq diketahui sebelumnya berada di Mekah, Arab Saudi, sebelum kembali ke Indonesia. Setiba di Indonesia, Habib Rizieq juga berbicara soal rekonsiliasi. Soal ini, Moeldoko mengatakan tidak ada yang harus direkonsiliasi.
“Tetapi kita tidak berikan upaya-upaya untuk menekan, upaya-upaya untuk menghalangi, dan seterusnya. Buktinya apa? Ya beliau datang sampai ke rumahnya ya aman-aman saja, selamat. Jadi inilah, kita juga harus luruskan, harus clear, masyarakat juga harus paham, tidak ada yang harus direkonsiliasi. Yang diperlukan di sini adalah masing-masing punya hak dan tanggung jawab,” ujar Moeldoko.
Moeldoko juga menegaskan tidak ada kriminalisasi ulama di pemerintahan Jokowi. Menurutnya, pihak yang dikriminalisasi adalah pihak yang salah. Moeldoko mengatakan mereka yang ditindak sudah berdasarkan ketentuan.
“Sebenarnya tidak adalah, istilah kriminalisasi ulama itu nggak ada. Kita tidak mengenal istilah itu dan kita tidak mau ulama dikriminalisasi. Negara itu melindungi segenap bangsa. itu tugas negara. Jadi siapa yang dikriminalisasi? Yang salah. Terus yang salah siapa? Ya nggak ngerti, apakah dia ulama apakah dia ini. Tapi jangan terus bahasanya kriminalisasi ulama. Nggak,” sebut Moeldoko.
“Nggak ada negara semena-mena. Tapi negara juga harus menegakkan aturan-aturan melalui law enforcement. Kalau nggak, kacau-balau kan. Nah, siapa yang kena law enforcement itu? Ya mereka-mereka yang salah. Jadi terus jangan dibalik negara atau pemerintah mengkriminalisasi ulama. Nggak, tidak ada itu. Yang dikriminalkan adalah mereka-mereka yang salah dan itu ada bukti-buktinya,” lanjutnya
SK/DTK