ROKANHULU(SK) –Menyikapi kebijakan Pemerintah yang telah melelang kegiatan pengadaan baju seragam untuk 45 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Rokan Hulu (Rohul) di tengah Pandemi Covid-19, Mahasiswa sebut itu, foya-foya.
Hal itu disampaikan belasan Mahasiswa Rohul yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat (AMPERA) saat mendatangi Kantor DPRD Rohul di Koto Tinggi Kecamatan Rambah, Senin (29/11/21) sekitar pukul 10.00 WIB pagi.
Kedatangan mereka, selain menyoroti kebijakan, juga menyampaikan kekecewaan mereka terhadap sikap anggota DPRD Rohul yang dianggap berfoya-foya ditengah pandemi Covid-19 dengan membuat baju seragam yang mencapai diangka Rp 726 juta.
Dengan membawa karton yang bertuliskan berbagai macam tuntutan terhadap Anggota Legislatif Kabupaten Rokan Hulu itu. Hal ini bentuk dari rasa kecewa mereka terhadap anggota DPRD Rohul.
Koordinator aksi, M. Pasol, dalam orasinya, berdasarkan hasil penelusuran bahwa sekretariat DPRD Rohul telah melelang dua paket kegiatan pengadaan baju dinas untuk 45 anggota DPRD Rohul dengan nilai Rp 726 juta yang diantaranya untuk pakaian Dinas harian (PDH) dan pakaian sipil harian (PSH) senilai lebih kurang Rp 329 juta, sekaligus pakaian sipil lengkap (PSL) dan pakaian sipil resmi (PSR) sebesar lebih kurang Rp 396 juta.
Diakui Pasol, uang sebesar Rp 726 juta tersebut bukanlah angka yang kecil, dimana apabila dijadikan beasiswa untuk pelajar atau mahasiswa kurang mampu, dapat membantu meringankan beban orang tua masyarakat Rohul ditengah pandemi covid 19.
“Jika saja diberikan beasiswa kepada masyarakat sebesar Rp 1 Juta per siswa, maka akan membantu sebanyak 726 orang mahasiswa dan jika dibantu kan sembako sebesar Rp 100.000 kepada fakir miskin, maka bisa membantu sebanyak 7260 kepala keluarga,”ucap Pasol sembari diikuti masa aksi.
Lanjut Pasol lagi, dengan menggunaan Toa , disaat Rokan Hulu dilanda devisit, sudah seharusnya DPRD Rokan Hulu menahan diri untuk membelanjakan atau menghamburkan uang untuk hanya sekedar membeli baju seragam.
“Oleh karena itu kami meminta kepada Ketua dan Anggota DPRD Rohul untuk membatalkan pengaadaan baju dinas tersebut, karena APBD Rohul dalam keadaan defisit dan sebagai upaya penyehatan keuangan daerah,”harap Pasol.
Selain daripada itu, dia juga meminta kepada penegak hukum baik Kejari, Polres, Kejati maupun Polda Riau dan KPK untuk menelusuri tempat menjahit baju anggota DPRD Rohul.
“Kami khawatir terjadinya Mark up dan korupsi dalam pelaksanaannya di lapangan, dan kami menyampaikan kepada masyarakat untuk hati-hati memilih pemimpin di masa yang akan mendatang supaya tidak rakus seperti ini, tetapi jika DPRD Rohul membatalkan pembelian baju ini, tentu kami akan sangat apresiasi terhadap kinerja DPRD Rohul,”sebut Pasol.
Ketua DPRD Rohul Novliwanda Ade Putra bersama beberapa anggota DPRD Rohul lainnya yang saat itu berada di Kantor DPRD Rohul, segera menghampiri para Mahasiswa, guna menanggapi apa yang menjadi tuntutan Mahasiswa.
Kepada Mahasiswa, Bung Wanda, sapaan akrab Ketua DPRD Rohul itu, mengatakan, mengapresiasi dan berterimaksih kepada para Mahasiswa yang telah menjalankan salah satu fungsinya sebagai pengontrol kebijakan pemerintah.
Menanggapi pernyataan Mahasiswa, Wanda mengaku bahwa pengadaan baju Dinas anggota DPRD merupakan hak setiap pejabat yang ada di Nusantara dan merupakan bagian dari hak Protokoler pejabat yang ada di seluruh Nusantara ini.
“Bukan hanya di Rokan Hulu dan juga bukan untuk anggota DPRD saja, melainkan juga ada Bupati, Wakil Bupati dan seluruh instansi juga telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP),”jelasnya.
Lanjut Wanda lagi, di dalam suatu hal lain, anggota DPRD juga diwajibkan untuk menggunakan baju tertentu sebelum memasuki ruang Paripurna, sehingga hal ini merupakan Disiplin, kesepakatan bersama dan termasuk dalam Peraturan Pemerintah.
“Dan ini juga telah dilakukan dari tahun ke tahun, tidak ada perbedaan dari sebelumnya,”tambah Wanda lagi.
SK/AS