ROKANHULU(SK)–Rapat kerja Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) yang dilaksanakan di Kota Bogor menghadirkan Wakil Ketua KPK RI Lili Pintauli Siregar sebagai keynote speaker, hadir secara offline di Aula Hotel Permata Kota Bogor.
Beberapa petani yang tergabung di dalam SPKS juga hadir secara online beberapa unsur diantaranya dari Kementerian Pertanian, Kementrian Perekonomian, BPDPKS, POPSI dan beberapa petani kelapa sawit.
Pada kesempatan itu Yusro Fadly selaku Ketua SPKS Rohul menyampaikan beberapa hal terkait kondisi perkebunan dan kondisi petani kelapa sawit di Rokan Hulu khususnya, ada potensi yang sangat besar yang membuat Riau tidak dapat menikmati hasil dari Sumber Daya Alam (SDA) dari Sektor Kelapa Sawit.
Belum adanya aturan tentang DBH sektor Perkebunan Sawit bagi daerah Penghasil Sawit seperti halnya Migas, Minerba, Kehutanan dan Pariwisata, hal ini jelas sangat merugikan bagi daerah penghasil sawit, tidak hanya propinsi Riau saja.
Selain Dana Bagi Hasil (DBH), lanjut Fadly sektor pajak yang hilang dari sektor perkebunan sawit sangat besar dan fantastis, seperti hal yang diungkapkan oleh salah seorang Anggota DPRD Riau Bapak Suhardiman Amby beberapa waktu lalu.
Katanya, Riau kehilangan sektor pajak sekitar 107 Triliun pertahun hal ini diakibatkan oleh adanya sekitar 1,4 Juta Hektar sawit ilegal di Propinsi Riau, pernyataan ini juga seiring dengan pernyataan Gubernur Propinsi Riau Bapak Drs. H. Syamsuar beberapa waktu yang lalu.
Dimana Gubri menyampaikan bahwa data perkebunan sawit di Riau itu ada sekitar 2,4 Jt Hektare tetapi kenyataannya yang bayar pajak hanya diangka 1,19 Juta Hektare sisanya kemana ungkapnya.
Fadly berharap KPK bisa turun tangan untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut, harapan kami dari SPKS melalui Buk Lili yang juga merupakan Pimpinan dilembaga KPK bisa membawa dan mendiskusikan hal ini di lembaga yang ibuk pimpin, karna kami menilai hal ini tidak sejalan dengan pancasila sila ke 5, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Ia menilai ini merupakan bentuk penzholiman kepada daerah penghasil sawit. Jadi semoga hal ini bisa kita cari solusi secara bersama, mustahil rasanya Sertifikasi ISPO yang merupakan mandatori UU bisa kita capai secara maksimal pada saat kondisi data perkebunan yang masih belum tuntas.
“Serta permasalahan ditingkat petani yang masih sangat banyak, baik itu legalitas lahan maupun sarana prasarana serta pengelompokan ditingkat petani,” tegas Fadly.
SK/AS